Penulis : Denny Aryanto
SWARA DHARMA.COM- Dalam kitab Jawa Kuno Tantu Pagelaran yang berbahasa Kawi mengisahkan bahwa pulau Jawa pada abad 15 mengalami berbagai guncangan hebat yang terombang ambing tidak menentu. Hal ini membuat para Dewa akhirnya memutuskan untuk memakukan pulau Jawa agar menjadi tenang. Karena di pulau inilah akan menjadi pusat perkembangan peradaban manusia.
Pada akhirnya Batara Guru (Siwa) mengutus Dewa Brahma dan Dewa Wishnu untuk memindahkan Gunung Mahameru yang berada di India di atas pulau Jawa. Dalam proses pengangkatan serta pemindahan itulah banyak berjatuhan Serpihan - serpihan bawah dari Gunung Mahameru di antara serpihan yang jatuh itu menjadi Gunung Semeru dan pucuknya sendiri akhirnya di hempaskan oleh para dewa dan jatuh menjadi Gunung Penanggungan atau dalam Jawa di kenal sebagai Gunung Suci Pawitra.
Dari Gunung Pawitra tersebut ada sebuah keistimewaan tersendiri karena ada sebuah petirtaan yang tata letak dan teknologi pembangunannya sangat canggih. Ini bisa menunjukkan bahwa sebuah peradaban pulau Jawa di masa itu memang sudah luar biasa.
Sebuah petirtaan kuno yang di bangun pada masa kerajaan Medang era wangsa Isyana oleh Udayana di Gunung Pawitra tahun 899 Saka atau 977 Masehi tak lain adalah merupakan bentuk rasa syukur Raja Udayana atas kelahiran putra tercintanya Airlangga pada 991 Masehi.
Petirtaan itu di berikan nama Jala Tunda dengan makna air yang bertingkat. Jala tunda pun merupakan tempat bersemedinya para resi bahkan raja Majapahit Hayam Wuruk pun melakukan semedi di petirtaan suci tsb. Para Tokoh atau pelaku spiritual meyakini bahwa setelah bersemedi mandi bahkan minum air dari petirtaan akan mendapatkan keberkahan dengan kehidupan yang lebih baik nantinya. Di Tengah - tengah petirtaan terdapat sebuah Lingga Yoni hingga di pusat penandian terdapat arca Wishnu Airlangga naik Garuda.